Sukses dan
nama besar Warren Buffett di dunia investasi menuai kekaguman dari pemain saham
di penjuru dunia. Tak sedikit investor yang menjadikan Buffett sebagai panutan,
mempelajari strategi investasinya, dan menerapkannya. Di Indonesia, salah satu
yang terinspirasi oleh Buffet adalah Lo Kheng Hong.
Pria berusia
53 tahun ini berpegang pada metode analisis fundamental Buffett. Ia tak
bergeming dan tak pernah sekali pun mencoba jurus investasi saham lain.
Bagi Lo,
Buffett adalah gurunya. Ia hafal di luar kepala banyak petuah Buffett, kisah
hidup sang maestro, bahkan menghormati prinsip hidupnya. Rupanya tak sia-sia Lo
membaca puluhan buku ‘ajaran’ Buffett, ia menarik pelajaran dari situ dan
hasilnya? Lo telah memetik keuntungan besar dari bursa saham. Keuntungannya
dari saham berlipat ribuan persen.
Nafkah
hidupnya pun hanya berasal dari saham. Ia mengaku tak punya usaha atau
pekerjaan apapun selain berinvestasi saham. Tak heran, pelaku bursa banyak
menjuluki ayah dua orang anak ini sebagai Warren Buffett-nya Indonesia.
Simak kisah,
pandangan hidup, dan strategi investasi Lo dari pengakuannya sendiri yang saya ambil dari kontan berikut.
Saya ini
hanya seorang investor, 100% uang saya taruh di saham.
Jadi saya
tidak bekerja dan saya tak punya kantor. Saya hanya punya satu sopir untuk
mengantar-antar saya dan dua pembantu di rumah. Saya bangga jadi investor
saham. Kalau mengisi formulir, misalnya di bank pun, saya selalu tulis profesi
saya investor saham.
Saya ini
sudah berinvestasi saham selama 23 tahun. Tentu saja tidak semua investasi saya
berhasil, saya pernah jatuh. Saya juga tidak langsung pintar.
Semakin lama
orang bermain saham, dia bisa belajar dari kesalahannya dan akan semakin
terlatih. Saya percaya, orang yang berhasil itu adalah orang yang jatuh
tapi bangun lagi.
Pertama kali
saya membeli saham tahun 1989. Berapa modal awal saya? Nol. Waktu itu saya
masih karyawan Bank Ekonomi, jadi saya hanya menyisihkan sedikit demi sedikit
dari gaji saya. Kalau orang lain membelanjakan penghasilannya untuk
macam-macam, saya belanjakan sebagian gaji setiap bulan untuk membeli saham.
Saya ingat,
di awal saya invest, saya mengantre untuk membeli saham penawaran
perdana (IPO) PT Gajah Surya Multifinance. Antrenya panjang sekali. Saya
semangat membeli, eh nggak tahunya begitu listing saham itu jeblok.
Hahaha...
Tapi saya
tetap yakin dan terus berinvestasi sampai akhirnya pendapatan dari saham bisa
menghidupi saya. Ketika saya sudah merasa cukup, pada tahun 1996, saya berhenti
dari Bank Ekonomi pada saat saya sudah jadi Kepala Cabang.
Ada
empat alasan kenapa saya memilih menjadi investor saham.
Pertama,
investor saham bisa menjadi orang terkaya di dunia. Contohnya? Ya, Warren
Buffett. Saya belajar dari dia. Selama 10 tahun terakhir ini, saya sudah baca
40-an buku tentang Buffet. Buku itu tak hanya saya baca sekali, tapi saya
ulangi dua tiga kali, benar-benar saya pahami isinya.
Kedua,
keuntungan perusahaan itu hak si pemegang saham. Bayangkan, yang bekerja
direksi dan karyawan, tapi begitu untung yang menerima pemegang saham. Enak kan?
Membeli perusahaan yang untung besar itu seperti membeli mesin pencetak uang.
Ketiga,
dalam jangka panjang imbal hasil saham lebih tinggi dari instrumen investasi
lainnya, seperti obligasi, emas, dan properti.
Keempat,
jadi investor itu waktu luangnya banyak. Anda tahu, di dunia ini ada empat
macam manusia. Tipe pertama, orang yang punya banyak waktu tapi tidak
punya uang. Contohnya, orang pengangguran.
Tipe
kedua, yang punya banyak uang tapi tidak punya waktu. Yang ini biasanya
para pengusaha. Lalu tiga, orang yang tidak punya waktu dan tidak punya banyak
uang juga. Ini kebanyakan para pegawai yang bergaji kecil.
Tipe
terakhir, orang yang punya waktu dan punya uang. Tipe terakhir inilah yang saya
inginkan sebagai investor saham. Orang bilang, time is money. Buat saya
tidak, waktu lebih berarti dari uang. Uang bisa dicari, tapi uang tidak bisa
mengembalikan waktu.
Sekarang
saya merasa punya banyak waktu. Saya bisa travelling menjelajahi
berbagai kota di lima benua. Sekali saya pergi, tidak sebentar lho, saya bisa
tinggal sampai sebulan di sana.
Tapi saya
juga memanfaatkan waktu saya untuk membaca. Setiap pagi, bangun, lalu saya
pergi ke taman, duduk membaca dan berpikir. Itu hobi saya. Laporan keuangan itu
makanan sehari-hari. Saya juga berlangganan empat koran, tiga di antaranya
koran bisnis termasuk KONTAN. Semuanya saya baca dari halaman satu sampai
habis.
Sering saya
baru mandi jam satu, kemudian keluar, kadang pergi ke sekuritas. Saya ini
manusia gaptek. Saya tidak punya laptop, tidak mengerti apa itu email atau
internet apalagi online trading. Jadi saya membeli saham selalu lewat telepon
kepada beberapa sekuritas. Saya tidak takut kehilangan momentum meskipun
membeli lewat telepon, kan saya bermain saham untuk jangka panjang.
Dalam
berinvestasi, saya berusaha membeli perusahaan yang bagus di harga murah dan
saya simpan.
Saya punya
lima kriteria untuk membeli perusahaan publik.
Pertama,
lihat manajemennya apakah dikelola orang yang jujur, profesional,
berintegritas, dan saya kagumi. Jarang sekali orang membeli saham dengan
melihat ini, biasanya orang hanya lihat laporan keuangan. Tapi bagi saya, kalau
dalam properti itu ada istilah lokasi, lokasi, lokasi, dalam ekuiti itu harus
manajemen, manajemen, manajemen.
Kedua,
perhatikan usahanya. Di masa depan akan seperti apa bisnis itu? Memang, hari
esok itu misteri. Tapi saya sendiri berpendapat, masa depan itu ditentukan juga
dari masa lalu. Bagi perusahaan yang sudah memenuhi syarat pertama tadi, kita
bisa lihat masa lalunya dalam jangka panjang misalnya 5-10 tahun ke belakang.
Kalau itu untung, kemungkinan ke depan juga akan untung.
Ketiga, cari
perusahaan yang labanya besar. Hitung berapa besar profit margin-nya
dan return on equity atau ROE-nya
(tingkat pengembalian modal: rasio laba bersih terhadap total modal).
Keempat,
pilih perusahaan yang terus bertumbuh dalam jangka panjang.
Kelima,
cermati valuasi dari PER (price earning ratio)
atau PBV (price to book value), bandingkan dengan kompetitornya. Belilah
yang murah. Kesempatan emas untuk membeli saham bagus dengan harga murah tentu
saja di tengah kondisi krisis. Saya selalu ikuti prinsip Buffet, be greedy
when the others are fearful.
Dengan lima
prinsip sederhana itu nyatanya saya berhasil.
Pada tahun
2005, saya membeli saham PT Multibreeder Adirama Indonesia Tbk (MBAI). Waktu
itu harga perusahaan ternak ayam terbesar kedua di Indonesia ini baru Rp 250
per saham. Saya kumpulkan pelan-pelan sahamnya sampai akhirnya punya 8,29%
saham. Tahun lalu, harga sahamnya sudah mencapai Rp 31.500, jadi naik 12.600%.
Keuntungan itu saya realisasikan. Saham itu saya jual karena dia akan merger
dengan PT Japfa Comfeed Tbk (JPFA).
Saya juga
pernah punya saham PT Timah Tbk (TINS).
Saya beli di tahun 2002 seharga Rp 285. Dalam dua tahun harganya naik ke Rp
2.900. Saya jual, tapi setelah saya lepas, dia terbang lebih tinggi lagi. Waktu
itu ilmu memang belum tinggi. Begitu harga saham naik banyak, saya gemetar.
Menyesalkah
saya? Begini, kalau investor saham tidak bijak, maka seluruh hidupnya akan
berisi penyesalan. Jual sekarang, besok harga lebih tinggi lagi. Tahan, enggak
tahunya harga turun terus.
Selain dua
saham itu, saya pernah mendapat keuntungan cukup besar dari PT
United Tractors Tbk (UNTR), PT Gadjah Tunggal Tbk (GJTL), PT Charoen Pokphan Tbk (CPIN), PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG), PT Japfa Comfeed Tbk (JPFA), PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK).
Sekarang,
portofolio saya berisi sekitar 20-an saham dengan jumlah saham maksimal 4%.
Tidak banyak kelihatannya, tapi rata-rata perusahaan besar. Saya juga
merotasinya. Kalau ketemu satu perusahaan bagus, maka saya cari mana di
portofolio yang sudah menurun dan saya buang satu juga.
Saya juga
pernah rugi.
Saya pernah
rugi karena margin. Makanya sejak tahun 1998 saya enggak pernah memakai
fasilitas margin lagi.
Saya
sekarang bebas utang. Pernah dengar kisah Jesse Livermore? Dia salah satu
investor yang sangat sukses di jaman dulu. Dari tukang tulis papan bursa dia
investasi saham dan jadi investor besar. Tapi dia berutang dan akhirnya ketika
investasinya gagal, dia bunuh diri.
Saya tidak
mau seperti itu. Kalau tidak punya utang, meskipun saham saya hancur, saya
tidak apa-apa. Saya masih punya saham itu yang ke depan juga bisa naik lagi.
Karena itu,
meskipun harga saham jatuh dan uang saya tinggal 15%, saya tetap membeli saham.
Tentu saja istri tidak tahu...ha ha ha. Saya membeli saham United Tractors
(UNTR), saham bagus yang harganya sudah murah sekali. Waktu itu pernah jatuh
sampai Rp 125, tapi saya baru masuk di Rp 250. Padahal, laba operasi per
sahamnya sudah 7.800.
Saya belikan
semua sisa uang saya untuk satu saham itu. Dan benar, UNTR naik terus. Pada
tahun 2004, saya akhirnya jual. Waktu itu harga UNTR Rp 1.350, tapi ini harga
sesudah stock split. Kalau dihitung itu kira-kira setara Rp 15.000, jadi saya
untung sekitar 6.000%.
Saya ini
tidak sama dengan investor saham umumnya.
Saya tidak
suka mengejar dividen. Menurut saya, lebih baik saya investasi pada perusahaan
yang menggunakan devidennya sebagai modal kerja. Itu akan lebih memberi saya
keuntungan.
Saya juga
tidak mengejar saham-saham IPO. Dari pengalaman, kalau kita beli saham IPO,
ketika sahamnya naik ternyata kita cuma dikasih beberapa lot saja. Tapi kalau
jeblok, seringnya kita pesan berapa pun dikasih.
Tapi bukan
berarti semuanya mahal. Makanya investor harus melakukan pekerjaan rumahnya,
risetlah mana yang masih murah. Saya sendiri sekarang memiliki saham di sektor
perbankan, consumer goods, peternakan, sawit, bahkan batubara.
Sejauh ini,
saya masih bermain saham di bursa dalam negeri. Tapi bulan depan saya
rencananya akan pergi ke Yunani. Saya akan mendalami bursa di sana, pasti
banyak saham bagus yang harganya murah. Ini kesempatan.
Terakhir,
saran saya bagi investor sekarang: kerjakan PR.
Berapa
banyak dari investor yang masih baca laporan keuangan?
Berapa yang melakukan analisis fundamental? Membeli saham perusahaan tanpa
melihat lima hal dasar yang saya sebut tadi itu dan hanya melihat chart menurut
saya tidak benar, keliru, dan menyesatkan. Investor harus tahu apa yang dia
beli.
Main saham
itu juga bukan perkara hoki. Tuhan itu maha pengampun, tapi bursa saham tidak
punya belas kasihan pada orang yang tidak tahu apa yang dia beli.
0 komentar :
Posting Komentar
Tinggalkan Sebuah Komentar Anda