News
Loading...

Uji hardenability

Tujuan Praktikum
  • Mengetahui sifat mampu keras (hardenability) material
  • Mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap sifat mampu keras material
  • Mengetahui prosedur percobaan Jominy dan menganalisis sifat mampu keras material
  • Memahami penggunaan dan cara  pembuatan diagram CCT (Continuous Cooling Transformation)
Teori Dasar
Hardenability adalah ukuran kemampuan suatu material untuk membentuk fasa martensite. Hardenability dapat diukur dengan beberapa metode. Diantaranya metode jominy dan metode grossman. Dari metode tersebut kita akan mendapatkan kurva antara harga kekerasan dengan jarak quenching dari pusat quench.
Asumsi :
Ø  Laju pendinginan sangat lambat
Ø  Laju Pemanasan lambat
Ø  Terjadi mekanisme difusi (perpindahan atom secara individual dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah)
Pembentukan martensit terjadi karena baja yang telah dipanaskan sampai suhu austenitnya didinginkan secara cepat/ diquench, sehingga atom karbon tidak sempat berdifusi dan hanya sempat bergeser mengisi rongga-rongga tetrahedral dan oktahedral pada struktur FCC austenit. Karena terisinya rongga-rongga tersebut sehingga mengakibatkan tidak teraturnya bentuk struktur FCC (laticce site lebih panjang) sehingga terjadi distorsi latis menjadi BCT. Efek ini disebut dengan “Efek Tetragonalitas”.
Proses Heat Treatment :
Full annealing adalah proses menaikan temperatur secara perlahan sekitar 50 ºC (90 ºF) diatas Austenitic temperature line A3 atau ACM pada baja Hypoeutectoid (steels with < 0.77% Carbon) dan 50 ºC (90 ºF) pada baja Hypereutectoid (steels with > 0.77% Carbon).
Spesimen ditahan sampai semua fasa berubah menjadi austenite. Kemudian secara perlahan didinginkan degan laju pendinginan sekitar 20 ºC/hr (36 ºF/hr).
Butir hasil full annealing akan memiliki struktur coarse pearlite yang mengandung ferrite atau cementite tergantung baja hypo atau baja hyper.baja hasil full annealing bersifat lunak dan ulet
Normalizing adalah proses pemanasan melebihi temperatur 60 º C (108 ºF),diatas garis A3 atau ACM sampai daerah Austenite. Agar pada temperatur ini seluruh fasa berubah menjadi austenite. Kemudian dikeluarkan dari tungku dan didiamkan pada temperatur kamar. Struktur butir yang didapat adalah fine pearlite dengan kelebihan ferrite atau cementite. Material hasil normalizing lunak. Proses normalizing lebih murah daripada full annealing karena tidak ada biaya untuk pengaturan pendinginan tungku.
Spheroidization adalah proses annealing dengan kadar karbon yang tinggi (Carbon > 0.6%) yang kemudian akan di cold working atau di machining. Panaskan spesimen sampai temperatur dibawah garis A1 atau 727 ºC (1340 ºF) tahan temperatur dalam waktu yang lama lau dinginkan perlahan. Metode ini akan menghasilkan struktur dimana semua cementite berada dalam bentuk bulatan kecil (spheroids) yang terdispersi dalammatriks ferrite. Spheroidization meningkatkan ketahanan terhadap abrasi.

ANALISIS DATA
Pada percobaan ini, benda kerja dipanaskan dulu pada temperatur austenisasinya untuk mendapatkan austenit yang homogen, diatas 727oC, yaitu pada 875oC selama 30 menit, agar panas merata ke seluruh bagian spesimen. Benda kerja dipanaskan sampai fasanya menjadi austenit (g). Kemudian diquenching, didinginkan dengan cepat, melalui metode water jet pada bagian bawah spesimen. Pendinginan cepat ini bertujuan untuk membentuk martensit yang bersifat keras. Dari data hasil praktikum terlihat distribusi kekerasan yang tidak merata. Semakin jauh dari pusat quench, kekerasan semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh  laju pendinginan yang tidak merata. Daerah yang dekat dengan pusat quench akan memiliki kekerasan yang tinggi karena laju pendinginan yang cepat sehingga banyak martensit yang terbentuk. Namun semakin jauh dari pusat quench laju pendinginan melambat, sehingga martensit yang terbentuk tidak sebanyak sebelumnya sehingga harga kekerasan menurun. Pada percobaan ini martensit yang terbentuk tidak sempurna pada keseluruhan bagian spesimen.
Berbeda dengan metode quench celup, harga kekerasan akan merata, namun akan terjadi vapour blanket di sekitar spesimen karena medium quench atau spesimennya statis. Vapour blanket adalah uap air di sekitar spesimen yang terbentuk karena air menguap, fenomena ini dapat dihilangkan dengan mengaduk medium quench atau menggoyangkan spesimen.
Martensit terbentuk dari fasa austenit. Pada awalnya baja memiliki fasa ferrite (BCC) kemudian dipanaskan hingga fasanya menjadi austenite (FCC), jika didinginkan secara lambat akan menghasilkan pearlite (BCC), namun dalam percobaan ini baja didinginkan dengan cepat sehingga terbentuk martensite (BCT). Pada pembentukan martensite, yang terjadi bukanlah difusi, melainkan mekanisme geser. Pada FCC, atom-atom C menempati rongga oktahedral. Jika pendinginan dilakukan dengan lambat maka atom C tetap pada posisi oktahedral, namun ketika didinginkan dengan cepat atom C menempati rongga tetragonal dengan mekanisme geser, dan strukturnya menjadi BCT (Body Centered Tetragonal).
Pengaruh laju pendinginan terhadap pembentukan martensit dapat dilihat pada diagram CCT. Spesimen pada percobaan ini adalah AISI 4142, baja dengan 0.4-0.45% C, 0.75-1.00% Mn 0.8-1.10%  Cr, sehingga diagram CCT yang digunakan adalah diagram CCT hypoeutectoid.
AISI 4142 memiliki kadar karbon medium, implikasi pada diagram CCT nya adalah, hidungnya tidak terlalu dekat dengan sumbu vertikal dan garis martensite start yang tidak terlalu rendah, memungkinkan terjadinya martensite 100% walaupun pendinginan tidak terlalu cepat.
Hardenability band yang didapatkan dari literatur ditunjukkan pada gambar disamping. Jika dibandingkan dengan data yang didapat pada hasil praktikum, pada jarak quenching awal kurva hardenability terletak dibawah hardenability band, dibawah batas minimum hardenability band. Artinya spesimen ini memiliki sifat hardenability yang kurang baik. Seharusnya secara teoritis, baja karbon medium memiliki hardenability yang baik, dan kurva hardenability nya berada pada hardenability band.
Kurva hardenability yang didapatkan lebih landai dibanding hardenability band nya. Hal ini menunjukkan sifat hardenability spesimen yang kurang baik.
Penyimpangan ini terjadi mungkin karena kadar karbon yang tidak sesuai standar sehingga menimbulkan perbedaan harga kekerasan dengan yang seharusnya. Namun, hanya sebagian kurva yang berada dibawah hardenability band, sehingga kemungkinan faktor penyebabnya bukan kadar karbon. Jika penyebabnya adalah kadar karbon, maka keseluruhan kurva hardenability akan berada dibawah hardenability band.
Kemungkinan yang lain adalah ketidakhomogenan panas pada spesimen ketika di dalam tungku, menyebabkan proses hardening tidak maksimal. Hal lain yang dapat mempengaruhi adalah ketika akan melakukan proses quenching, spesimen terlalu lama berada di temperatur ruangan sehingga sempat mengalami pendinginan lambat. Pendinginan lambat ini dapat menyebabkan harga kekerasan menurun.
Jika dilihat hasil struktur mikro spesimen, pada titik 1 terlihat sangat banyak martensit yang terbentuk. Fasa martensit adalah yang berwarna hitam. Pada titik 10 keberadaan martensit mulai berkurang. Semakin jauh dari titik pusat quenching keberadaan martensite semakin berkurang. Hal ini menunjukkan nilai kekerasan spesimen yang semakin berkurang.

taken from sariyusriati
Share on Google Plus

About Mukhamad Aziz

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 komentar :

Tinggalkan Sebuah Komentar Anda